Sulit ereksi atau
lebih dikenal sebagai disfungsi ereksi (DE) sering dikaitkan dengan penyakit diabetes. Menurut dokter, tak hanya diabetes, beberapa penyakit ini juga
berisiko menimbulkan DE.
"Jangan hanya terpaku pada penyakit diabetes, kondisi lain juga bisa memicu risiko DE. Laki-laki harus waspada," imbuh dr Em Yunir, SpPD, KEMD, ahli endokrin FKUI-RSCM, dalam acara seminar media Disfungsi Ereksi: 'Mengapa Pria Enggan Membicarakan serta Mengkonsultasikannya ke Dokter Psikogenik', yang diadakan di Hotel Grand Sahid, Jl Jenderal Sudirman, Jakarta.
Dilanjutkan oleh dr Yunir, laki-laki dengan hipertensi dan obesitas berisiko 2 kali lebih tinggi memiliki kadar hormon testosteron yang rendah. Padahal kadar hormon testosteron yang normal akan mempertahankan tingkat energi, menimbulkan mood, serta dorongan seksual yang baik.
Seseorang dengan hipertensi memiliki risiko 52 persen lebih tinggi mengidap DE, sementara seseorang yang depresi memiliki risiko 90 persen untuk mengalami DE.
Oleh karena itu, penting untuk melakukan cek secara rutin terhadap kondisi tubuh. Jika kondisi tubuh sepenuhnya diketahui, maka dokter akan semakin mudah mendeteksi kemungkinan timbulnya DE. Dengan begitu, tindakan yang dianjurkan untuk mengurangi risikonya juga akan tepat.
Misalnya, seseorang dengan hipertensi sebaiknya mulai melakukan perubahan pola hidup menjadi lebih sehat dengan melakukan banyak olahraga dan mengonsumsi lebih banyak buah dan sayuran, serta mengurangi konsumsi garam.
Begitu juga dengan depresi, temukan apa penyebab depresi agar teratasi dengan cepat dan mengurangi risiko timbulnya DE. Untuk diabetes, dr Yunir mengungkap bahwa di RSCM tercatat sebanyak 40 persen laki-laki penyandang diabetes juga mengalami DE.
Deteksi dini adanya DE pada penderita penyakit kronik sangat dianjurkan, terutama pada usia produktif. Ini dilakukan agar kualitas hidup pasien dapat ditingkatkan. (detikhealth)
"Jangan hanya terpaku pada penyakit diabetes, kondisi lain juga bisa memicu risiko DE. Laki-laki harus waspada," imbuh dr Em Yunir, SpPD, KEMD, ahli endokrin FKUI-RSCM, dalam acara seminar media Disfungsi Ereksi: 'Mengapa Pria Enggan Membicarakan serta Mengkonsultasikannya ke Dokter Psikogenik', yang diadakan di Hotel Grand Sahid, Jl Jenderal Sudirman, Jakarta.
Dilanjutkan oleh dr Yunir, laki-laki dengan hipertensi dan obesitas berisiko 2 kali lebih tinggi memiliki kadar hormon testosteron yang rendah. Padahal kadar hormon testosteron yang normal akan mempertahankan tingkat energi, menimbulkan mood, serta dorongan seksual yang baik.
Seseorang dengan hipertensi memiliki risiko 52 persen lebih tinggi mengidap DE, sementara seseorang yang depresi memiliki risiko 90 persen untuk mengalami DE.
Oleh karena itu, penting untuk melakukan cek secara rutin terhadap kondisi tubuh. Jika kondisi tubuh sepenuhnya diketahui, maka dokter akan semakin mudah mendeteksi kemungkinan timbulnya DE. Dengan begitu, tindakan yang dianjurkan untuk mengurangi risikonya juga akan tepat.
Misalnya, seseorang dengan hipertensi sebaiknya mulai melakukan perubahan pola hidup menjadi lebih sehat dengan melakukan banyak olahraga dan mengonsumsi lebih banyak buah dan sayuran, serta mengurangi konsumsi garam.
Begitu juga dengan depresi, temukan apa penyebab depresi agar teratasi dengan cepat dan mengurangi risiko timbulnya DE. Untuk diabetes, dr Yunir mengungkap bahwa di RSCM tercatat sebanyak 40 persen laki-laki penyandang diabetes juga mengalami DE.
Deteksi dini adanya DE pada penderita penyakit kronik sangat dianjurkan, terutama pada usia produktif. Ini dilakukan agar kualitas hidup pasien dapat ditingkatkan. (detikhealth)
No comments:
Post a Comment